1.
Perintah Memelihara Sholat dan Khusyu’
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ
الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ
قَانِتِيْنَ
Peliharalah segala sholat (mu), dan (peliharalah) Sholat wusthaa.*) dan berdirilah karena Allah (dalam sholatmu) dengan khusyu’. (QS. Al-Baqarah [2]: 238)
*) Sholat Wustha menurut hadits shahih adalah
sholat Ashar.
Dalam ayat ini diterangkan keutamaan
melakukan sholat, dan selalu memeliharanya. Keluarga merupakan bagian dari
masyarakat dan dalam memenuhi segala kebutuhan dan persoalan hidupnya banyak
sekali menemui kesulitan yang kadang-kadang dapat menjerumuskannya kepada
hal-hal yang dilarang agama. Karena itu telah diberi suatu cara yang baik untuk
dilakukan manusia agar selalu terjamin hubungan keduniaannya dengan ketakwaan
kepada Allah SWT dengan selalu memelihara sholat. Mulai dari bangun tidur
sebelum melakukan kontak dengan manusia lainnya ia ingat dan bermunajah lebih
dahulu dengan Allah SWT (waktu subuh). Kemudian setelah ia berhubungan dengan
masyarakat, dan mungkin sekali terjadi perbuatan yang tidak diridai Allah SWT
maka untuk mengingatkan dan menyelamatkannya, ia dipanggil untuk berhubungan
lagi dengan Allah SWT pada waktu tengah hari (sholat zuhur). Begitulah
seterusnya selama 24 jam. Dengan demikian selalu terjalin antara kesibukan
manusia (untuk memenuhi hajat hidupnya) dengan ingat kepada Allah SWT dan
melaksanakan perintah-perintah-Nya. Hal ini mempunyai pengaruh dan membekas
dalam jiwa dan kehidupan manusia sebagaimana ditegaskan bahwa dengan sholat
manusia dapat terhindar dari perbuatan jahat dan mungkar. Selain itu,
memelihara sholat adalah bukti iman kepada Allah SWT, dan menjadi syarat mutlak
bagi kehidupan seorang Muslim, menguatkan tali persaudaraan, dan dapat menjamin
hak-hak manusia. Menurut riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْـنَنَا
وَبَيْـنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ (رواه أحمد)
Perjanjian antara kami dengan kaum kafir
adalah sholat, siapa yang meninggalkannya (dengan sengaja) maka ia telah
menjadi kafir. (HR.
Ahmad)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ahmad
dan ath-Thabari, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ
نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ
عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْرٌ وَلاَبُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ (رواه
أحمد والطبراني)
Barang siapa selalu memelihara sholat maka ia
akan dapat cahaya dan petunjuk serta akan dapat keselamatan pada hari Kiamat.
Sebaliknya orang yang tidak memelihara sholat maka tidak ada baginya cahaya,
petunjuk dan keselamatan. Di akhirat nanti ia akan bersama Fir‘aun, Haman, dan
Ubai bin Khalaf di dalam neraka. (HR. Ahmad dan ath-Thabrani)
Dalil-dalil di atas menjelaskan bagaimana
pentingnya menjaga dan memelihara sholat. Manusia yang melaksanakan perintah
ini benar-benar menjadi makhluk Allah SWT yang bertakwa dan hidupnya akan
selalu aman, berada di dalam magfirah dan rida Allah SWT.
Adapun sebab turun ayat ini menurut riwayat
dari Zaid bin Tsabit, Rasulullah SAW selalu melakukan sholat zuhur, meskipun
pada siang hari yang panas terik yang bagi para sahabat dirasakan berat, maka
turunlah ayat ini. Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk selalu
menjaga sholat lima waktu. Jika sholat itu dilaksanakan, ia dapat memelihara
diri dari berbuat hal-hal yang jahat dan mungkar. Sholat dapat menjadi penenang
jiwa dari segala kegelisahan yang menimpa diri. Karena itu sholat merupakan
tiang agama.
Allah SWT menekankan sholat wustho. Sholat
wusta menurut jumhur Ulama ialah sholat Asar. Allah SWT mengajarkan pula, agar
dalam melakukan sholat kita berlaku khusyuk dan tawaduk. Sebab pemusatan
pikiran kepada Allah SWT semata-mata adalah tingkat sholat yang paling baik dan
sholat inilah yang dapat membekas pada jiwa manusia.
Karena pentingnya melaksanakan dan memelihara
sholat ini seorang Muslim tidak boleh meninggalkannya walau dalam keadaan
bagaimanapun. Sholat tetap tidak boleh ditinggalkan, meskipun dalam suasana
kekhawatiran terhadap jiwa, harta, atau kedudukan. Dalam keadaan uzur, sholat
dapat dikerjakan menurut cara yang mungkin dilakukan, baik dalam keadaan
berjalan kaki, berkendaraan, ataupun sakit. Maka setelah hilang uzur itu,
terutama yang berupa kekhawatiran, hendaklah bersyukur kepada Allah SWT, karena
Allah SWT mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak diketahuinya termasuk
mengenai kaifiah (cara) melakukan sholat dalam masa tidak aman/dalam keadaan
perang.
Selain di Surah al-Baqarah [2]: 238, Allah
SWT juga di dalam Surah al-A’raaf [7]: 29, memerintahkan untuk memelihara
sholat dengan khusyu’.
قُلْ
أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوْا وُجُوْهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
وَادْعُوْهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُوْدُوْنَ
Katakanlah:
"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah):
"Luruskanlah muka (diri) mu di setiap sholat dan sembahlah Allah dengan
mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu
pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepada-Nya)". (QS. Al-A’raaf [7]: 29)
Ayat ini
memperbaiki kekeliruan mereka, terbukti Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW
untuk mengatakan kepada mereka, “Bahwasanya Allah SWT hanya memerintahkan
kepada-ku agar berlaku adil, sholat setiap waktu, istiqamah, ikhlas dan baik di
dalam semua hal,” sebagaimana firman Allah SWT:
اِنَّ اللّٰهَ
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ
الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ
Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada
kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. (an-Nahl [16]:
90)
Allah SWT
menyuruh agar mereka mengarahkan mukanya ke Ka‘bah yang telah ditetapkan
menjadi kiblat bagi setiap orang yang sholat, baik di mesjid maupun di tempat
lain, penuh dengan keikhlasan, karena suatu amal tanpa disertai keikhlasan
tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
إِنَّ اللّٰهَ تَعَالٰى لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا (رواه
النسائي عن أبي أمامة)
Sesungguhnya Allah
tidak akan menerima amal kecuali dikerjakan dengan ikhlas untuk (memperoleh
rida)-Nya. (HR. An-Nasa′i dari Abu Umamah)
Untuk mendorong
mereka agar tetap ingat dan patuh kepada Allah SWT, tidak terpengaruh kepada
ajakan dan bujukan setan, mereka harus selalu ingat kepada Allah SWT. Hal itu
karena Allah SWT telah menciptakan mereka pada mulanya dan kapada-Nya pulalah
mereka akan kembali kelak. Pada hari pembalasan, mereka akan
mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah mereka kerjakan di dunia.
وَلَقَدْ
جِئْتُمُوْنَا فُرَادٰى كَمَا خَلَقْنٰكُمْ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّتَرَكْتُمْ مَّا
خَوَّلْنٰكُمْ وَرَاۤءَ ظُهُوْرِكُمْۚ
Komentar
Posting Komentar